Ulya B: Legalisasi Aborsi Bayi Hasil Perkosaan
Saat ini kontroversi mengenai dilegalkannya aborsi bayi hasil pemerkosaan sedang menjadi isu hangat di kalangan masyarakat. Apalagi di saat-saat terakhir jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meneken keputusan kontroversial: melegalkan aborsi hasil pemerkosaan. Aturan ini terbungkus dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Pelegalan
aborsi tersebut terdapat di Pasal 31 PP Kesehatan Reproduksi. Bunyinya:
1.
Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis; atau
b.
kehamilan akibat pemerkosaan
2.Tindakan aborsi akibat pemerkosaan hanya dapat dilakukan apabila
usia kehamilan paling lama berusia 40 hari, dihitung sejak hari pertama haid
terakhir.
Pasal
34 PP Kesehatan Reproduksi berbunyi:
1. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter;dan
b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
1. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter;dan
b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Masyarakat
memiliki dua pandangan yang berbeda dalam menanggapi disahkannya PP tersebut.
Di satu sisi mereka ada yang pro dan di sisi lain ada yang kontra dengan
peraturan tersebut. Masyarakat yang pro dengan kebijakan tersebut beralasan
bahwa aborsi hasil pemerkosaan merupakan hak
reproduksi perempuan. Kehamilan yang tidak dikehendaki karena bencana
perkosaan dilihat dari segi apapun hal tersebut sangat membebani perempuan,
baik secara medis maupun psikis. Korban perkosaan yang akhirnya hamil ini
terpaksa melakukan aborsi memang seyogyanya mendapat perlindungan hukum.
Alasannya aborsi pemerkosaan merupakan hak asasi dan hak reproduksi perempuan
yang sangat esensial. Kehamilan yang timbul akibat perkosaan dapat
mengakibatkan korban mengalami post traumatic stress disorder (PTSD).
Akan tetapi disisi lain masyarakat yang kontra
dengan peraturan tersebut menganggap bahwa aborsi merupakan tindakan amoral
yang menghilangkan nyawa bayi-bayi yang tak berdosa. Setiap manusia haruslah kita hormati hak hidupnya, tak terkecuali janin di
dalam rahim, sekalipun ia berasal dari hubungan haram seperti pemerkosaan.
Selain itu, dilegalkannya aborsi juga
dapat memicu maraknya praktik aborsi di kalangan masyarakat dengan
menyalahgunakan penggunaan PP No. 16 Tahun 2014 tersebut.
Persoalan aborsi tersebut juga menjadi perdebatan serius di
kalangan para ulama. Para ulama madzhab memiliki pandangan yang beragam dalam
melihat persoalan aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Ada ulama
yang memperbolehkan adapula yang mengharamkan secara mutlak. Kontroversi ini
memicu dilakukannya telaah lebih mendalam untuk memecahkan masalah tersebut.
Study kasus
Sebut saja namanya Mawar. Dia adalah
seorang gadis yang sedang menikmati masa remajanya. Dia ceria, aktif, ramah dan
juga pandai. Semua orang yang mengenalnya sayang terhadap mawar.
Suatu hari, Mawar diminta ibunya
untuk mengantarkan makanan ke rumah saudara mereka yang tinggal di desa
sebelah. Ditengah perjalanan, ia bertemmu dengan sekelompok pemuda yang tengah
mabuk berpesta MiRas. Mawar berusaha menghindar dari pandangan mereka, namun
naas… mata liar mereka sangat cepat menangkap keberadaan mawar dan segera
menyergapnya. Dibawah cahaya rembulan yang temaram Mawar dibawa oleh 5 orang
pemuda tersebut ke sebuah gudang kosong, dan dengan kejamnya…. Mereka merenggut
kesucian Mawar secara bergiliran… Bunga
yang sedang mulai mekar itupun layu sebelum sempat berkembang…
Semenjak
kejadian itu, mawar mengalami trauma yang luar biasa. Apalagi setelah
mengetahui bahwa dirinya hamil akibat peristiwa tersebut. Keluarganya pun benci
sekaligus iba. Mereka membujuk mawar untuk menggugurkan kandungannya, terlebih
setelah orang tua mawar tahu tentang UU dilegalkannya Aborsi untuk janin hasil
pemerkosaan. Mawar dibuat makin bimbang. Satu sisi dia malu karena hamil di
luar nikah, di sisi lain Mawar juga kasihan terhadap janin yang ada di dalam
perutnya jika harus membunuhnya…
NB : Teman- teman… bantu mawar ya
untuk menyelesaikan Dilema hidupnya…. J
Pertanyaan :
1.
Menurut pendapat teman-teman, setujukah kalian dengan UU tentang
legalisasi aborsi dari hasil pemerkosaan?
2.
Bagaimana hukum melakukan aborsi
dari hasil pemerkosaan dari sudut pandang Fiqih?
3.
Jika seandainya teman-teman berada dalam posisi Mawar, apa yang akan
kalian lakukan terhadap darah daging kalian tersebut?
JAWABAN SEMENTARA
1.
Setuju, karena sang ibu memiliki hak
reproduksi untuk menentukan nasib janin yang tidak dikehendaki akibat
pemerkosaan. Selain itu, UU tersebut juga sudah mengatur secara detail prosedur
dilakukannya aborsi sehingga dapat menekan tingginya jumlah kematian ibu yang
meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
2.
Ahli fiqih berbeda pendapat mengenai aborsi
dalam berbagai literatur klasik terpusat pada sebelum terjadinya persenyawaan (qabla
nafkh al-ruh) yakni kehamilan sebelum ditiupnya ruh ke dalam janin karena
kehamilan sesudah persenyawaan (ba’da nafkh al-ruh) hukumnya haram
kecuali dalam kondisi darurat yang
mengancam kehidupan nyawa ibunya. Para
ulama dari empat madzhab berbeda pendapat mengenai hal tersebut, ada yang
memperbolehkan adapula yang mengharamkan secara mutlak.
Sebagian besar fuqaha Hanafiah berpendapat bahwa aborsi
diperbolehkan sebelum janin terbentuk karena mereka menganggap belum ada
kehidupan sehingga apabila digugurkan tidak termasuk perbuatan pidana (jinayat).
Ulama Hanafiah yang memperbolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari
diantaranya Al Haskali dan Ibnu Abidin.
Dalam pandangan jumhur ulama Hanabilah, janin boleh digugurkan
selama masih dalam fase segumpal daging (mudghah) atau sebelum
terjadinya penciptaan yaitu sebelum janin berusia 40 hari karena belum
berbentuk manusia sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni.
Pendapat tersebut juga sejalan dengan pandangan Yusuf bin Abdul hadi yang memperbolehkan
aborsi secara mutlak sebelum peniupan roh atau sebelum janin berupa segumpal
daging. Hal ini juga senada dengan pendapat Al-Zarkasyi dalam Al inshaf yang dikutip oleh Imam Alauddin. Akan tetapi,
menurut Ibnu Qatadah yang dikutip oleh Ibnu Qudamah, apabila janinn berbentuk
segumpal darah (alaqah) maka harus membayar 1/3 uang kompensasi (ghurrah)
sedangkan apabila sudah terbentuk segumpal daging harus membayar 2/3dari uang
kompensasi dan jika janin sudah berbentuk sempurna maka dendanya lengkap (ghurrah
kamilah).
Ulama-ulama Syafi’iyah bersilisih pendapat mengenai aborsi sebelum
120 hari. Ada yang mengharamkan seperti pendapat Al-‘Imad dan adapula yang
memperbolehkan selama masih berupa nutfah (campuran sperma dan sel telur) dan
segumpal darah (alaqah) atau berusia 80 hari sebagaimana dikatakan
Muhammad Abi Sad. Imam Al-Ghazali dalam Al Ihya Ulum Al-Din sangat tidak
menyetujui pelenyapan janin walaupun baru konsepsi karena tergolong pidana
(jinayah) meski kadarnya kecil. Dalam kalimat lain Al-Ghazali mengakui bahwa
menurut pendapat yang paling benar (qaul ashah) aborsi dalam bentuk
segumpal darah (alaqah) dan segumpal daging (mudghah) atau
sebelum penciptaan tidak apa-apa. Namun
sebagian besar fuqaha Syafi’iyah menyepakati bahwa aborsi haram sebelum berusia
kehamilan 40-42 hari.
Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak
terjadinya konsepsi. Oleh karena itu, menurut mereka aborsi tidak diizinkan
bahkan sebelum janin berusia 40 hari, kecuali Al-Lakhim yang memperbolehkan
aborsi sebelum janin berusia 40 hari. Hal tersebut ditemukan dalam Hasyiah
Al-Dasuki bahwa “tidak diperolehkan melakukan aborsi bila air mani telah
tersimpan dalam rahim, meskipun belum berumur 40 hari”.
Dalil yang menunjukkan proses perkembangan janin selama 40 hari
setiap tahapan yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Muslim.
“dari Abi ‘Abd Rahman Abdillah bin Mas’ud R.A. berkata
Rasululloh menceritakan kepada kami sesungguhnya seseorang dari kamu
kejadiannya dikumpulkan dari perut ibumu selama 40 hari berupa nutfah,kemudian
berupa segumpal darah (alaqah) dalam waktu yang sama kemudian segumpal daging
(mudghah) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu malaikat diutus untuk
meniupkan ruh ke dalamnya dan diutus untuk melakukan pencatatan empat kalimat,
yaitu mencatat rizkinya, usianya, amal perbuatannya, dan celaka atau
bahagianya.”(HR. Muslim)
Dalil yang menunjukkan penyempurnaan bentuk selama 42 malam berdasarkan hadis nabi yang diriwayatkan oleh
Muslim.
“apabila nutfah telah melalui masa empat puluh dua malam, Allah
akan mengutus kepadanya malaikat untuk memberi bentuk, menciptakan pendengaran,
penglihatan, kulit, daging dan tulang-belulang.”(HR. Muslim)
Dalam konteks menetapkan kepastian hukum mengenai tingginya angka
kematian ibu akibat aborsi tak aman yang merupakan kondisi yang sama-sama
membahayakan sehingga harus menggunakan pelayanan aborsi yang aman maka dapat
dianalisis menggunakan beberapa kaidah fiqih sebagai berikut:
a.
Al-dlarar
yuzaalu syar’an (bahaya itu
menurut agama harus dihilangkan).
b.
Al-dharar
al-asyadd yuzaalu bi al-dharar al-akhaf (bahaya
yang lebih berat dapat dihilangkan dengan memilih bahaya yang lebih ringan).
c.
Idza
ta’aaralat al-mafsadataani ruu’iya a’dhamuhuma dlararan (apabila dihadapkan pada keadaan yang sama-sama membahayakan maka
pilihlah bahaya yang lebih kecil resikonya).
d.
Al-dlaruuraatu
tubihul mahdzurat (keterpaksaan
dapat memperbolehkan untuk melakukan hal-hal yang dilarang).
3.
Melakukan aborsi sebelum janin
berumur 40 hari karena menghindari nasab yang tak jelas akibat pemerkosaan yang
dilakukan oleh lima orang dan
menghindari adanya zina muabad (zina yang berkelanjutan karena tidak
sahnya suatu perwalian dsb.).
HASIL BAHSUL MASAIL
Pendahuluan
Pro Aborsi:
-
Aborsi
adalah hak reproduksi perempuan. Wanita berhak menentukan tentang kelanjutan nasib anak yang tidak dikehendaki akibat pemerkosaan.
Kontra Aborsi:
-
Aborsi
merupakan tindakan amoral karena bagaimanapun juga hal itu sama saja dengan
membunuh bayi.
Hasil Diskusi:
-
Hanna
Aborsi itu diperbolehkan
dengan syarat bayi itu belum berumur 40 hari. Karena menurut M.Ramli dalam
bukunya Al Nihayah disebutkan bahwa dalam usia bayi yang belum genap umur 40
hari, diperkiran bayi tersebut belum bernyawa.
Apalagi di Negara yang
sering perang seperti Suriyah, aborsi itu diperbolehkan karena banyak gadis di
sana yang hamil karena diperkosa oleh musuh. Jadi kehamilan yang tidak
dikehendaki seperti itu memang sebaiknya digugurkan saja daripada menimbulkan
aib yang berkelanjutan.
Dalam hal ini syech Al
Maliki juga menyatakan bahwa luka tubuh itu bisa sembuh tetapi luka batin akibat tekanan itu yang sedikit
susah untuk ditangani.
Selain itu, anak hasil
hubungan di luar pernikahan beresiko tidak mempunyai wali. Tentu hal ini
menimbulkan stress yang berkepanjangan bagi ibu dan anak nantinya.
-
Nazil
Memang anak itu
mempunyai hak hidup, akan tetapi apabila kehamilan akibat perkosaan itu
diteruskan, madharatnya lebih banyak. Sehingga lebih baik di gugurkan. Seperti
dalam penafsiran dalam QS an Nur itu bahwasanya orang yang diperkosa itu tetap
diampuni oleh Allah. Karena hal itu merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki.
-
Eni
Dalam penafsiran empat madzhab:
a.
Hanafi
: aborsi boleh asalkan bayi dalam kandungan berumur kurang dari 40hari.
b.
Syafii
: boleh asalkan bayi dalam kandungan belum bernyawa.
c.
Hambali
: aborsi boleh dengan syarat bayi belum genap berumur 40 hari.
d.
Maliki
: sebagian ulama melarang, sebagian lagi menghukumi makruh.
Kesimpulan: aborsi tersebut
diperbolehkan asalkan persyaratan terpenuhi.
-
Binti
Afifah
Dalam hukum asal,
aborsi itu hanya diperbolehkan ketika mereka mengandung dan adanya kekhawatiran
kandungan tersebut akan membahayakan untuk keselamatan ibunya. Seperti dalam
kasus si Ibu punya penyakit yang tidak jalan lain selain aborsi, tentu aborsi
dapat dibenarkan. Karena di sini tidak diketahui apakah korban mempunyai
penyakit atau tidak, jadi aborsi tersebut tetap saja tidak diperbolehkan.
-
Nazil
Sakit itu sifatnya
kasualistik, jadi kita ambil kasus yang general saja. Dicontohkan dalam hal ini
korban tidak sakit secara fisik, tapi untuk memikirkan nasib kedepannya, tentu
hal ini jauh lebih penting.
-
Wening
Hukum positif di Indonesia mengkategorikan
pemerkosaan berdasarkan umur, yaitu:
a.
Kategori
Ibu. Dimana di sini mempunyai suami dan juga anak.
b.
Kategori
gadis. Yaitu seorang remaja atau orang dewasa yang belum terikat pernikahan.
c.
Anak
dibawah umur.
Dalam hukum positif di Indonesia melarang segala
bentuk aborsi yang tidak disebabkan karena penyakit.
Ikatan Dokter Indonesia juga tidak menyetujui aborsi
karena pemerkosaan karena melanggar kode etik kedokteran dan sumpah jabatan.
-
Irfa
Dari Hasyah Jamal
mengatakan bahwa aborsi dihukumi sama saja dengan membunuh. Kalaupun itu
dilakukan sebelum bayi bernyawa, tetap saja dihukumi membunuh janin.
-
Hana
Kalaupun ada cara
selain aborsi seperti meminta pertanggungjawaban dari laki-laki tersebut untuk
menikahi, iya kalau laki-laki tadi mau, nah kalau tidak?. Tentu aborsi dapat
dibenarkan juga dalam kasus ini karena memang mendesak.
-
Arin
Sebenarnya sudah ada
beberapa fakta mengenai tema ini. Aborsi akibat permerkosaan sudah dilegalkan
sejak tahun 1992, akan tetapi dimuat kembali pada tahun 2014.
Komnas
anak tidak menyetujui UU ini karena dianggap membunuh hak hidup anak.
Sedangkan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPA) menyetujui akan adanya UU ini karena seorang
perempuan berhak untuk menentukan seksualitas dirinya sendiri tanpa adanya
paksaan. Hal ini tentu untuk keselamatan sang ibu dan juga meminimalisir adanya
dampak psikologis yang ditimbulkan setelah pemerkosaan terjadi.
-
Fatihatun
Dalil yang menolak
aborsi dilakukan dalam kaidah fiqh adalah ‘laa yuzalu dhororu
bid dhorori’ dalam artian tidak diperbolehkan menghilangkan bahaya dengan
bahaya yang lain. Dhoror pertama adalah pemerkosaan tersebut, dhoror lain yang
dimaksud adalah aborsi.
-
Atika
Disebut dalam kaidah
fiqh disebutkan pula bahwa ‘idza ta’arodul…’ jika dua kerusakan berdampingan,
maka digugurkan kerusakan yang lebih ringan. Dalam hal ini diperkosa adalah
sebuah kerusakan, sedang madharat yang ditimbulkan kedepan jauh lebih banyak
dibandingkan dengan mempertahankan kandungan. Untuk itu, aborsi dihukumi lebih
ringan madhorotnya dibanding yang lain.
-
Ustadz
a.
Bukti
pemerkosaan itu butuh 4 orang laki-laki yang adil, dalam zaman modern seperti
ini, apakah video saja bisa menggantikan kesaksian dari 4 laki-laki?
b.
Hukum
asal dari aborsi itu haram, karena hukum illatnya disamakan dengan
menghilangkan nyawa. Akan tetapi, hukum itu menyesuaikan konteks.
c.
Dalam
hal ini, perlu dipertimbangkan juga maqashidus syariah yang meliputi hifdz din,
nafs, aql, mal, dan nazl.
Kesimpulan:
hukum itu dapat berubah sesuai dengan konteksnya, untuk itu dengan melihat
lebih banyak madharat dan kekhawatiran kalau kandungannya diteruskan, maka
lebih baik aborsi dapat dilakukan.
Tabel 1. Pro Kontra
dilegalkannya UU aborsi akibat pemerkosaan
PRO
|
KONTRA
|
-
Menghindari
nasab yang tidak jelas
-
Hak
reproduksi perempuan untuk mengandung tanpa paksaan
-
Meminimalisir dampak psikologis yang ditimbulkan
-
Menghindari
tersebarnya aib keluarga
-
Menjaga
kehormatan
-
Menekan ledakan
penduduk
-
Kondisi ekonomi
yang tidak memungkinkan karena mawar membesarkan anak tanpa suami.
|
-
‘illatnya dihukumi sama dengan membunuh
-
Setiap yang
bernyawa berhak untuk hidup
-
Penyalahgunaan
UU untuk melakukan aborsi meskipun tukan hasil pemerkosaan.
-
menyalahi sumpah
jabatan dokter
-
melawan hati
nurani sang ibu
-
menimbulkan
penyakit akibat aborsi
-
meningkatkan
angka kematian ibu dan bayi
|
Ket. Masih dalam proses pen-taskhih-an oleh Dewan Pen-taskhih Madrasah Diniyah PP. Wahid Hasyim
0 Response to "Ulya B: Legalisasi Aborsi Bayi Hasil Perkosaan"
Post a Comment