Problematika Penentuan Awal Bulan Qomariyah di Indonesia

Fenomena penetapan awal bulan qamariyah terkhusus Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah selalu menjadi perbincangan dan perdebatan. Ada dua aspek kenapa sering diperdebatkan, pertama Syari’ah atau fiqhiyyah, yaitu pemahaman akan hadits-hadits Rukyah. Kedua, aspek ilmiah-astronomis. Pada kenyataannya umat Islam tidak sama dalam memahami dua aspek diatas. Karena perbedaan ini pelaksanaan ritual-ritual keagamaan seperti puasa, idul fitri, dan idul adha terkadang tidak dapat dilaksanakan secara serentak.

Secara fiqh muncul 2 madzhab besar yaitu Madzhab hisab dan Madzhab Rukyah.

1. Madzhab Hisab Hisab merupakan akses majunya peradaban, banyak data dan fakta bahwa hisab membantu dan memudahkan aktifitas ibadah umat islam. Keteraturan gerak alam raya termasuk didalamnya matahari, bumi dan bulan merupakan ayat-ayat Allah SWT yang harus dicermati serta kemudian dimanfaatkan guna memprediksi waktu-waktu masa depan, yang diantara tujuannya adalah memudahkan aktifitas ibadah umat islam.

Macam-macam hisab yaitu 1) Hisab Urfi : kaidah sederhana sekali, 2) Hisab Istilahi : umur rata-rata bulan, seperti umur bulan genap jumlah hari ganjil dan umur bulan ganjil jumlah hari genap. 3) Hisab Taqribi : mendekati kebenaran dengan astronomi dan matematika tapi rumus sederhana, sehingga kurang teliti. 4) Hisab Haqiqi : realitas dengan astronomi dan matematika, lebih teliti. 5) Hisab Haqiqi Bit Tahqiq : pasti, akurat dengan astronomi kontemporer, aplikasi shoftware komputer, tidak lagi dengan kalkulator.

Dari macam-macam hisab yang paling akurat adalah hisab haqiqi Bit Tahqiq, organisasi Islam di Indonesia yang bermadzhab hisab diantaranya Muhammadiyah dan PERSIS. Muhammadiyah dan PERSIS walaupun menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan qamariyah, akan tetapi ada perbedaan dalam kriteria tinggi hilal . PERSIS dulu dalam penetapan awal bulan qamariyah dengan batas tinggi hilal 2 derajat, sekarang mengikuti Prof. Thomas Jamaluddin dari LAPAN, yakni tinggi hilal lebih dari 4 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Sedangkan Muhammadiyah dengan kriteria hisab haqiqi wujudul hilal menyatakan bahwa : 1) standart tinggi hilal 0 (nol) derajat, 2) jika pada hari terjadinya konjungsi (ijtimak) telah memenuhi 2 (dua) kondisi, yaitu : a) konjungsi (ijtimak) telah terjadi sebelum matahari terbenam. b) bulan tenggelam setelah matahari. Maka mulai sore itu dinyatakan sebagai awal bulan Hijriyah. Maka dari itu Muhammadiyah dengan kriteria yang telah disebutkan diatas, PP Muhammadiyah sering berbeda dalam penetapan awal bulan qamariyah. Bahwa Muhammadiyah menetapkan awal bulan Hijriyah dengan hisab haqiqi wujudul hilal melalui metode hisab yang akurat.Hilal dianggap wujud apabila matahari terbenam lebih dahulu dari bulan. Walaupun hisab dan rukyah diakui memiliki kedudukan yang sama, metode hisab dipilih karena dianggap lebih mendekati kebenaran dan praktis. Muhammadiyah sebenarnya pernah menggunakan metode hisab ijtimak qablal ghurub (terjadinya ijtimak sebelum maghrib) juga hisab imkanurrukyat (kemungkinan hilal dapat di rukyat) dalam penentuan awal bulan hijriyahnya. Tetapi karena kriteria imkanurrukyat yang memberikan kepastian belum ditentukan dan kesepakatan yang ada sering tidak di ikuti, maka Muhammadiyah kembali ke hisab wujudul hilal. Prinsip wilayatul hukmi juga digunakan, yaitu apabila hilal disebagian Indonesia telah wujud, maka seluruh Indonesia dianggap telah masuk bulan baru. Muhammadiyah bahkan juga pernah menggunakan konsep Rukyatul Hilal, tetapi mulai tahun 1969 tidak lagi melakukan Rukyat dan memilih menggunakan hisab wujudul hilal, itu dikarenakan Rukyatul Hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan dikarenakan Islam adalah agama yang tidak berpandangan sempit, maka hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah. Kesimpulannya, Hisab Wujudul Hilal yang dikemukakan oleh Muhammadiyah bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak, akan tetapi dijadikan dasar penetapan awal bulan hijriyah sekaligus jadi bukti bahwa bulan baru sudah masuk atau belum.

2. Madzhab Rukyah Madzhab rukyah adalah usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan(tanggal 29) disebelah barat pada saat matahari terbenam.jika hilal berhasil di rukyah, sejak malam itu sudah dihitung tanggal bulan baru. Tetapi jika tidak berhasil di rukyah maka malam dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga umur bulan tersebut digenapkan 30 hari (istikmal). 

Rukyah bil fi’li ini adalah sistem penentuan awal bulan yang dilakukan pada zaman Nabi SAW dan para sahabat bahkan sampai sekarang masih banyak digunakan oleh umat islam, terutama dalam menentukan awal Ramadhan, awal Syawwal dan 10 Dzulhijjah.Diantara organisasi islam di Indonesia yang memakai Rukyah yaitu Nahdhatul Ulama (NU) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Akan tetapi Rukyah di Nahdhatul Ulama (NU) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sangat berbeda. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memakai sistem Rukyah Global, sebagai patokannya adalah Makkah Arab Saudi, sedangkan Nahdhatul Ulama (NU) memakai sistem Rukyah Fi Wilayatil hukmi (Satu Negara cukup satu orang yang berhasil menyaksikan hilal). Hizbut Tahrir Indonesia (HTI ) dengan madzhab Rukyah Global, berpendapat bahwa hasil Rukyah disuatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Dengan argumentasi bahwa hadits-hadits Hisab-Rukyah Khitabnya ditujukan pada seluruh umat Islam di dunia, tidak dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-batas daerah kekuasaan. Pemikiran ini di kenal dengan “Rukyah Internasional” Sedangkan Nahdhatul Ulama (NU) berpendapat bahwa hasil Rukyah disuatu tempat hanya berlaku bagi suatu daerah kekusaan hakim yang mengitsbatkan hasil rukyah tersebut, pemikiran ini terkenal dengan “Rukyah Fi Wilayatil Hukmi”.

Nahdhatul Ulama (NU) walaupun berpedoman pada Rukyah dalam penetapan awal bulan qamariyah, namun tetap memakai hisab. Bahwa hisab di Nahdhatul Ulama (NU) tidak untuk menentukan awal qamariyah, akan tetapi hisab di Nahdhatul Ulama (NU) digunakan sebagai alat bantu untuk pelaksanaan Rukyah al-Hilal. Bahwa Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas Islam yang lain sama-sama menggunakan hisab, dan hisab yang digunakan adalah hisab kontemporer, hasil hisabnya juga sama, akan tetapi bisa berbeda dalam penetapan awal bulan qamariyah. Untuk menjembatani perbedaan penetapan awal bulan qamariyah yaitu antara madzhab hisab dan madzhab rukyah. Pemerintah memberikan tawaran dalam rangka menyatukan perbedaan pemikiran dalam hisab-rukyah di Indonesia yaitu Madzhab Imkanurrukyah.

Prinsip Imkanurrukyah di Indonesia yaitu hisab yang menyatakan hilal mungkin bisa dilihat.Mengacu pada sistem hisab haqiqi kontemporer yang berpedoman pada ufuk Mar’i dengan menggunakan kriteria (dulu MABIMS) : a. Tinggi hilal minimum 2 derajat b. Jarak sudut antara bulan dan matahari (elongasi) minimum 3 derajat c. Umur bulan di hitung saat ijtimak atau bulan baru atau bulan dan matahari segaris bujur saat matahari terbenam minimal 8 jam. Namun dalam dataran realitasnya terdapat fenomena yang menarik, bahwa walaupun sudah disepakati adanya batasan minimal Imkanurrukyah, namun ternyata belum disepakati tentang boleh dan tidaknya penetapan awal bulan dengan berdasarkan pada Imkanurrukyah. Dimana Nahdhatul Ulama (NU) masih “membolehkannya”, sementara Muhammadiyah juga masih berpegang pada hisab wujudul hilal. Walaupun dalam MUKER 1999/2000, baik Nahdhatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah menyatakan akan membahas masalah kriteria Imkanurrukyah tersebut pada “madzhab” pemerintah. Bahkan fenomena ini menjadi unik, dimana walaupun dalam setiap kali sidang itsbat pemerintah berbagai pihak menempatkan-menghadirkan utusan dalam sidang itsbat tersebut namun tetap saja mengeluarkan putusan sendiri-sendiri, sulit kiranya menghindari adanya perbedaan.Madzhab hisab dan rukyah mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan hisab adalah 1) mudah, sederhana, simple. 2)biaya murah, 3) pasti dari awal, bisa mengumumkan sebelumnya, 4) orientasi ke kalender islam lebih terbuka. Untuk kelebihan Rukyah adalah 1) Istinbat al-hukmnya, 2) memotivasi perkembangan ilmu falak, 3) uji keshahihan secara berkelanjutan, tidak berhenti pada satu titik (verifikasi sistem hisab), 4) sesuai perintah agama untuk terus melakukan pengamatan riset. Kekurangan Madzhab hisab adalah 1) Istinbat al-hukmnya, 2) kurang memotivasi perkembangan ilmu falak, 3) cenderung berhenti pada satu titik. Kekurangan Madzhab Rukyah adalah : 1) biaya tinggi : alat dan operasional, 2) butuh banyak energi dan waktu, 3) tidak pasti : belum bisa mengumumkan jauh sebelumnya, tergantung hasil rukyah. 4) terkendala untuk orientasi kalender Islam.

Oleh karena itu, untuk menyikapi fenomena ini kiranya yang perlu dikedepankan adalah sikap AGREE IN DISGREEMENT(Ittifaq fil Ikhtilaf) sehingga muncul sikap tasamuh-toleransi, karena perbedaan pemikiran tersebut sebagai dampak dari perbedaan pemahaman (interpretasi) dari Nash.

0 Response to "Problematika Penentuan Awal Bulan Qomariyah di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel