KDRT
Ilustrasi |
Pernyataan menarik saya baca di solopos.com, Selasa, 29 April 2014, terkait pernyataan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU) Maluku. Artikel berjudul “KASUS KDRT, NU: Istri Laporkan Suami Pelaku KDRT Bukan Dosa” ini bisa dibaca di tautan ini.
Ada
hal-hal menarik – menurut saya terkait hal ini. Islam, sebagaimana dipersepsi
adalah agama yang dalam aspek tertentu khususnya dalam pernikahan adalah agama
yang hukum-hukumnmya lebih banyak berpihak kepada laki-laki. Kita bisa
menyebutkan beberapa contoh diantaranya. Misalnya dalam hubungan yang intim tentang
istri yang menolak berhubungan seksual dengan suami, maka istri akan dilaknat
malaikat sampai pagi. Atau contoh lainnya misalnya, Istri semestinya sabar atas
perlakuan buruk suaminya dan tidak sepatutnya menceritakannya kepada orang
lain. Istri yang sabar ini akan mendapat pahala. Sebaliknya, istri yang tidak
sabar apalagi menceritakan masalah keluarga, atau misalnya dalam kasus-kasus
tertentu melibatkan pihak kepolisian, maka dianggap menceritakan aib suami.
Statusnya menjadi istri yang tidak taat terhadap suami. Di masyarakat, dia
mendapat label sebagai perempuan yang tidak pandai mengalah, tidak sabar,
temperamental, lebih mementingkan egonya, dan tidak beres mengurusi masalah
rumah tangga. Sebaliknya Tuhan akan memberi pahala yang setimpal dengan pahala
yang diberikan kepada Asiyah istri Fir’aun bagi perempuan yang sabar terhadap
perlakuan buruk suaminya. Sabar terhadap perlakuan buruk suami ini adalah
sebagai bentuk ujian dari Tuhan, karenanya istri harus menutup aib tersebut dan
dilarang menyebarluaskan kejelekan suami.
Keberpihakan
kepada laki-laki ini bukan tanpa dalil pembenaran. Lihat misalnya ayat populer QS.
An-Nisā’ 4: 3, fānkiĥū mā ţāba lakum mina
an-nisā’ mathná wa thulātha wa rubā`a (maka kawinilah perempuan-perempuan
yang kamu senangi, dua, tiga atau empat) yang kerap ditafsirkan sebagai dalil
poligami yang memperbolehkan laki-laki mengawini hingga empat perempuan. Selain
itu ada juga ayat yang secara harfiah memperkenankan pemukulan istri atas dasar
kecurigaan dalam QS. Şād 38: 44, wa khudh
biyadika đighthāan fāđrib bihi (dan ambillah dengan tanganmu seikat maka
pukullah dengan itu), QS. An-Nisa’ 4: 34, wa
al-lātī takhāfūna nushūzahunna fa`ižūhunna wa ahjurūhunna fī al-mađāji`i wa
ađribūhunna (perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka). Dan istri diharuskan meminta izin suaminya ketika ingin berpuasa
sunnah jika suaminya ada bersamanya dengan maksud supaya suami tidak kecewa
apabila menginginkan berhubungan seksual. Termasuk doktrin poluler: rida suami
adalah rida Tuhan. Bahkan apabila dibolehkan seorang istri menyembah selain
Tuhan, Tuhan akan menyuruh istri menyembah suami.
Dalam
konteks ini pernyataan tersebut menjadi relevan. “Islam mengajarkan untuk
membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah, oleh karenanya KDRT baik
itu yang dilakukan oleh suami kepada istrinya maupun sebaliknya, atau orang tua
kepada anak, adalah tindakan yang berdosa dan melanggar ajaran agama,”. KDRT
adalah pelanggaran dan tindakan yang melanggar hukum tidak hanya dalam
undang-undang negara tapi juga agama Islam. Lalu bagaimana?
Tema Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini akan dibahas dalam Bahtsul Masail kelas Wustho C, Rabu, 7 Mei 2014.
0 Response to "KDRT"
Post a Comment