Al Yaqiinu Laa Yuzaalu bissyakkin
(Al Yaqiinu Laa Yuzaalu bissyakkin)
Di dalam kaidah yang lima ( القواعد الخمس ) ada salah satu kaidah yang berbunyi “al yaqiinu la yuzaalu
bissyakkin”. Secara bahasa, ( اليقين )
adalah kemantapan hati atas sesuatu. Adapun ( الشك ) secara
bahasa artinya adalah keraguan. Maksudnya adalah apabila terjadi sebuah
kebimbangan antara dua hal yang mana tidak bisa memilih dan menguatkan salah
satunya, namun apabila bisa menguatkan salah satunya maka hal itu tidak
dinamakan dengan ( الشك ). Sedangkan, menurut Al mukarrom KH. Jalaludin As-suyuti, arti
kaidah tersebut secara harfiah adalah “keyakinan tidak bisa dihilangkan karena
adanya keraguan”.
Menurut hemat penulis, bahwa
kaidah ini sangat penting untuk dibahas karena merupakan kaidah yang berisi
tentang al-yaqin dan asy-syakk. Imam As-Suyuthi
menyatakan: “kaidah ini mencakup semua pembahasan dalam Fiqih, dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya mencapai ¾ dari subyek pembahasan
fiqih”. (As-suyuthi, Al-Asybah Wa An-Nadzair, hal. 55.). Imam Ibnu Najjar berkata: “ Kaedah ini tidak hanya berlaku dalam
masalah fiqh saja, bahkan bisa dijadikan dalil bahwasanya semua perkara yang
baru itu pada dasarnya dihukumi tidak ada sampai diyakini keberadaannya,
sehingga bisa kita katakan bahwa pada dasarnya orang itu tidak diberi beban syar’i
sehingga datang dalil yang berbeda dengan pokok ini, pada dasarnya sebuah
perkataan itu dibawa pada hakekat maknanya, pada dasarnya sebuah perintah itu
menunjukan pada sebuah kewajiban dan sebuah larangan itu menunjukan pada
keharaman serta masalah lainnya.” (Lihat Syarah al Kaukab al Munir 4/443). Imam
Al-Qarafi menambahkan: “dalam kaidah ini seluruh ulama sudah bersepakat
dalam mengamalkannya dan kita harus selalu mempelajarinya”. (Al-Qarafi, Al-Furuq, juz 1 hal. 111).
Kaidah ini menghantarkan kepada
kita kepada konsep kemudahan demi menghilangkan kesulitan yang kadang kala
menimpa kepada kita, dengan cara menetapkan sebuah kepastian hukum dengan
menolak keragu-raguan. Dan telah diketahui akibat dari keragu-raguan adalah
adanya beban dan kesulitan, maka kita diperintahkan untuk mengetahui hukum
secara benar dan pasti sehingga terasa mudah dan ringan dalam menjalankan
perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya.
Kaedah ini terambil dari
pemahaman banyak hadits rosululloh, diantaranya:
حديث أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم ( ثم إذا وجد أحدكم في بطنه شيئا فأشكل عليه أخرج منه شيء أم لا فلا
يخرجن من المسجد حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا )
Artinya: “Hadits Abi Hurairah berkata: bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “apabila
seorang dari kamu mendapatkan sesuatu didalam perutnya, kemudian ragu apakah
telah keluar sesuatu dari perutnya ataukah belum, maka janganlah keluar dari
masjid (membatalkan shalatnya) sampai dia mendengar suara atau mendapatkan bau
(kentut)”.
Imam An-Nawawi berkomentar terhadap hadits diatas: “hadits ini adalah pokok
dari syariat Islam, sebuah pondasi kuat dari tegaknya kaidah-kaidah fiqih.
Maksudnya adalah segala sesuatu diberi beban hukum atas dasar
keberlangsungannya dengan menggunakan pokok-pokok ajaran Islam secara yakin dan
pasti serta tidak ada keraguan yang mengganggu pikirannya. Dari hadits diatas
tersurat adanya seseorang yang yakin dia dalam keadaan suci akan tetapi
terdetik dalam hatinya keraguan dia ber”hadats”, maka yang diunggulkan adalah
dia masih dalam keadaan bersuci sampai datang bukti yang menyebutkan dia sudah
ber”hadats”. (Imam An-Nawawi, Syarh An-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, juz 2 hal.
414.).
روى
الترميذى عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَهَا أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ
يَدْرِ وَاحِدَةً صَلَّى أَوْ ثِنْتَيْنِ فَلْيَبْنِ عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ
يَدْرِ ثِنْتَيْنِ صَلَّى أَوْ ثَلَاثًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثِنْتَيْنِ فَإِنْ لَمْ
يَدْرِ ثَلَاثًا صَلَّى أَوْ أَرْبَعًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلَاثٍ وَلْيَسْجُدْ
سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
Dari Abdur Rohman bin Auf berkata : “Saya mendengar
Rosululloh bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian lupa dalam sholatnya,
lalu dia tidak mengetahui apakah dia sudah sholat satu atau dua rokaat, maka
anggaplah bahwa dia baru sholat satu rokaat, juga apabila dia tidak yakin
apakah sudah sholat dua ataukah tiga rokaat, maka anggaplah bahwa dia baru
sholat dua rokaat, begitu pula apabila dia tidak mengetahui apakah dia sudah
sholat tiga ataukah empat rokaat maka anggaplah bahwa dia baru sholat tiga
rokaat, lalu setelah itu sujudlah dua kali sebelum salam.”
(HR. Tirmidzi 398, Ibnu Majah 1209, Ahmad 1659 dengan
sanad shohih)
Kaidah ini mencakup hampir semua permasalahan syar’i.
Almukarrom KH Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan sebagian kecil dari contoh
aplikasi kaidah ini yaitu:
1.
Apabila ada seseorang
yang yakin bahwa dia telah berwudlu (bersuci), lalu ragu ragu apakah dia sudah
batal (berhadats/najis) ataukah belum,
maka dia tidak wajib berwudlu (bersuci) lagi, karena yang yakin adalah sudah
berwudlu (bersuci), sedang batalnya masih diragukan.
2. Dan
begitu pula sebaliknya, apabila orang yakin bahwa dia telah batal wudlunya,
namun dia ragu-ragu apakah dia sudah berwudlu kembali ataukah belum? maka dia
wajib wudlu lagi karena yang yakin sekarang adalah batalnya wudlu.
3.
Barang siapa yang
berjalan disebuah jalanan yang becek atau berlumpur yang ada kemungkinan bahwa air itu najis, maka
tidak wajib mencuci kaki atau baju yang terkena air tersebut, karena pada
dasarnya (hakekatnya)
air adalah suci, kecuali kalau ada bukti kuat bahwa air itu najis.
4.
Seorang istri yang
ditinggalkan oleh suaminya pergi, maka dia tetap dihukumi sebagai seorang
istri, yang atas dasar ini maka dia tidak boleh menikah lagi, kecuali kalau
datang berita yang meyakinkan bahwa suaminya telah meninggal dunia atau telah
menceraikannya atau dia mengajukan gugatan cerai ke pengadilan lalu pengadilan
memutuskan untuk memisahkannya hubungan pernikahan dengan suaminya yang hilang
beritanya.
5.
Orang yang telah yakin bahwa
dirinya berhutang, lalu dia ragu-ragu
apakah dia sudah melunasinya ataukah belum, maka dia wajib melunasinya lagi
kecuali kalau pihak yang menghutangi menyatakan bahwa dia telah melunasi hutang
atau ada bukti kuat bahwa sudah lunas, misalkan ada beberapa orang saksi yang
menyatakan bahwa hutangnya telah lunas.
Oleh:
Nama : Khoerul Anwar
Kelas : I’dadiyah A
Asram : NB (Non Pondok)
Kontak : 085729781873
0 Response to "Al Yaqiinu Laa Yuzaalu bissyakkin"
Post a Comment