Tidak Boleh Melakukan Sesuatu yang Membahayakan
Tidak Boleh
Melakukan Sesuatu yang Membahayakan
Oleh: Muhammad
Iqbal Rahman (‘Ulya A)
لا ضرر ولا ضرار
Artinya:
“Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”
Kaidah ini diambil dari sabda Rasulullah Saw. dengan rawi Ibnu ‘Abbâs
Radliyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Mâjah, dan lainnya.[1] Kekuatan
dalil kaedah fiqhiyah yang terambil langsung dari nash Rasulullah Saw. jauh
diatas kekuatan sebuah kaedah fiqhiyyah yang bukan diambil langsung dari sabda
beliau.[2]
Kaedah diatas mempunyai cakupan yang lebih luas, yaitu menghilangkan
kemadlarotan yang berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain, baik dia
yang memulai maupun saat membalas kejahatan orang lain.Kaidah ini merupakan
kaedah umum mencakup pelbagai macam aspek, mulai dari makanan, pergaulan, muamalah
dan lain sebagainya.
Berdasarkan kaidah ini, dapat kita ketahui bahwa dlarar
(melakukan sesuatu yang membahayakan) dilarang dalam ajaran agama Islam. Maka,
tidak halal bagi seorang muslim mengerjakan sesuatu yang membahayakan dirinya
sendiri atau membahayakan saudaranya sesama muslim, baik berupa perkataan atau
perbuatan, tanpa alasan yang benar. Dan semakin kuat larangan tersebut jika dlarar
itu dilakukan kepada orang-orang yang wajib dipergauli secara ihsân, seperti
karib kerabat, isteri, tetangga, dan semisalnya.
Misal saja, si Fulan memiliki sound system yang biasa ia
gunakan untuk memutar lagu-lagu kesukaannya. Suatu ketika, pada malam hari,
Fulan memutar lagu-lagu kesukaanya dengan suara yang cukup keras, hingga
membangunkan tetangganya yang berada disekitar laman rumahnya. Tindakan Fulan
tentu bisa berakibat pada hubungan yang buruk dengan tetangganya. Dan ini
menimbulkan dua sekaligus bentuk mudlarat, yaitu kepada diri sendir dan
orang lain. Mudlarat pada diri sendiri karena hilangnya hubungan saling
menjaga–harmonis–antara Fulan dengan
tetangganya, dan mudlarat kepada orang lain karena Fulan telah menggangu waktu
istirahat tetangganya.
Maka seyogyanya, seseorang dilarang menggunakan barang miliknya
jika hal itu menimbulkan madlarat (gangguan atau bahaya) kepada
tetangganya. Meskipun ia mempunyai hak milik secara penuh terhadap barang
tersebut, namun dalam pemanfaatannya haruslah diperhatikan supaya tidak memadlaratkan,
mengganggu, ataupun merugikan tetangganya.
Contoh lainnya dari kaidah ini adalah tidak diperbolehkan
mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslimin, di pasar-pasar mereka,
ataupun di tempat-tempat kaum Muslimin yang lain. Baik gangguan itu berupa kayu
atau batu yang menggangu perjalanan, atau lobang galian yang bisa membahayakan,
atau bentuk gangguan lainnya. Karena semuanya itu bisa menimbulkan madharat
kepada kaum Muslimin.[3]
Dengan demikian, setiap madharat yang ditimbulkan kepada seorang
Muslim termasuk perkara yang diharamkan. Kemudian, jika seseorang dilarang
menimbulkan madharat kepada dirinya sendiri ataupun orang Muslim lainnya, maka
sebaliknya ia diperintahkan untuk memunculkan ihsân dalam setiap amalan yang ia
kerjakan.[4]
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya:
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” – QS. al-Baqarah (2): 195
Dan Rasulullah Saw. bersabda :
إِنَّ اللهَ كَتَبَ
اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ, فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ, وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ, وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ
ذَبِيْحَتَهُ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan ihsân (kebaikan) dalam segala
hal. Maka jika kamu membunuh, berbuat baiklah dalam membunuh. Dan jika kamu
menyembelih, maka berbuat baiklah dalam menyembelih, hendaklah ia tajamkan
pisaunya dan menenangkan sembelihannya.”[5]
Dalam hadits tersebut, Rasulullah Saw. memerintahkan untuk berbuat
ihsân, sampai dalam perkara menghilangkan nyawa. Hal ini menunjukkan pentingnya
bagi seseorang untuk senantiasa memperhatikan konsep ihsân dalam setiap
aktivitas yang ia kerjakan. Seyogyanya, tanamkan jiwa yang suka menanam
kebaikan. Meski belum tentu kau panen, tanam saja. Kebaikan adalah tentang
memberi. Sapi, kambing dengan susu dan dagingnya. Ayam dengan telurnya, lebah
dengan madunya. Hutan dengan kayu dan udara bersihnya. Pepohonan dengan buah
dan sayurnya. Wallâhu a'lam.
[1] HR. Imam Ahmad 1/313. Ibnu Mâjah dalam Kitab al-Ahkâm, Bab
Man banâ bihaqqihi mâ yadhurru jârahu, No. 2341. At-Thabrâni dalam Al-Kabir,
No. 11806 dari Jâbir al-Jâ'fi dari Ikrîmah dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu.
Hadits ini mempunyai banyak syâhid sehingga semakin kuat. Di mana hadits ini
diriwayatkan dari Ubadah bin Shâmit, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, Jâbir
bin `Abdillâh, `Aisyah, Tsa'labah bin Abi Mâlik al-Qurazhi, dan Abu Lubâbah
Radliyallahu ‘anhum.
[4] Baca al-Qawâ'id wal-Ushûl al-Jûmi'ah wal-Furûq wat-Taqâsîm
al-Badî'ah an-Nâfi'ah, karya Syaikh 'Abdur-Rahmân as-Sa'di, Tahqîq: Dr. Khâlid
bin 'Ali bin Muhammad al-Musyaiqih, yang dikutip majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun
XIII/1430H/2009.
[5] HR. Muslim dalam Kitab Ash-Shaid, Bab al-Amru bi Ihsâni Adz-Dzabhi,
no. 1955, dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu.
0 Response to "Tidak Boleh Melakukan Sesuatu yang Membahayakan"
Post a Comment