Hukuman Mati, Relevankah?
Tema Bahtsul Masail Kelas Ula C Madarsah Diniyah Wahid Hasyim
Rabu, 26 November 2014
Oleh Ahmad Farid Mubarok
Hukuman mati
merupakan hukuman maksimal yang diakui kelegalannya didalam hukum Islam dan
hukum postif. Dalam perspektif hukum Islam, hukuman mati (uqbah
al-‘idam) ditemukan dalam tiga bentuk pemidanaan, yaitu hudud,
qishas,dan ta’zir. Hukum Islam memberlakukan hukuman mati
untuk tindak kejahatan (jarimah) tertentu. Dalam hudud, ancaman
hukuman mati ditujukan bagi pelaku zina muhson, pengganggu keamanan (hirabah),
al-baqyu dan riddah. Dalam qishas, ancaman hukuman mati ditujukan bagi
pelaku pembunuhan yang disengaja (pembunuhan berencana), dimana pelaku
pembunuhan harus menanggung balasan hukum yang sepadan dengan yang diperbuat.
Sedangkan dalam ta’zir, ancaman hukuman mati ditujukan bagi pelaku
jarimah di luar qishas dan hudud, yang oleh penguasa diyakini sangat berbahaya
bagi kelangsungan hidup dan kemaslahatan masyarakat luas. Begitu juga didalam
Hukum Positif, sesuai ketentuan yang ada dalam KUHP, hukuman mati diberlakukan
bagi pembunuhan berencana. Dan hukum positif yang diluar KUHP, hukuman mati
diberlakukan bagi tindak pidana berat seperti tindak Pidana korupsi, terorisme,
narkotika dan psikotropika serta pelanggaran HAM berat seperti genosida atau
kejahatan kemanusiaan.
Lalu bagaimana
relevansi hukuman mati?. Dalam pandangan Islam, hukuman mati dianggap relevan
dilakukan bagi pelaku jarimah karena dipandang dapat memberikan efek jera
terhadap pelaku jarimah yang merugikan kepentingan orang banyak. Hukuman mati
dipandang relevan, sah dan dilakukan secara terbuka didepan umum dengan cara
dipancung, dibakar, atau bahkan disiksa hingga mati. Begitu juga dalam hukum
positif, hukuman mati dipandang diperlukan karena dapat memberi efek cegah dan
rasa takut bagi orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dengan
demikian dapat memberikan rasa aman dan terlindung bagi setiap orang, dimana
rasa aman dan terlindungi itu tidak dapat terjadi bila pelaku kejatahan masih
diberi kesempatan hidup di dunia. Hukum Islam dan hukum positif memiliki alasan
yang sama atas nama kemaslahatan, yaitu hukuman mati dimaksudkan bukan hanya
untuk memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan
shock therapy bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi. Dalam
contoh kasus, hukuman mati pantas diberikan misalnya kepada teroris karena
telah mengganggu keamanan, ekonomi, pariwisata, juga mengganggu dan mengancam
stabilitas negara yang berdampak luas bagi masyarakat.
Tapi, bukankah
hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia jika melihat pasal 28 A UUD 1945:
"Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya"?. Dan sampai sekarang tidak ada yang bisa membuktikan adanya
efek jera dari adanya hukuman mati yang dapat mengurangi tingkat kejahatan.
Kejahatan narkotika misalnya, tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan hukuman
mati menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. Masih banyak cara untuk
menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ini, misalnya hukuman seumur hidup,
bukan dengan untuk mengambil hak hidup. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
penegakan hukum belum tentu mencapai keadilan. Lalu bagaimana nasib orang-orang
yang tidak bersalah tetapi divonis hukuman mati?, mereka tentu tidak akan
mendapatkan kesempatan kedua ataupun rehabilitasi. Orang-orang yang sebenarnya
tidak bersalah tetapi dijatuhi hukuman mati tidak mungkin bisa dihidupkan
kembali. Terlebih mengingat sistem hukum di negara manapun tidak ada yang
sempurna. Pada dasarnya hakim adalah manusia biasa yang tentu dapat melakukan
kesalahan dalam memberi putusan, baik sengaja maupun tidak. Tidak ada manusia
yang bisa benar-benar memutuskan perkara dengan adil, tidak ada satupun manusia
di dunia ini mempunyai hak untuk mengakhiri hidup manusia lain karena yang
paling berhak mencabut nyawa mahluk hidup hanya Tuhan. Ada alternatif bentuk
hukuman lain untuk memberi efek jera.
Meski sudah menjadi
wacana klasik, pro-kontra mengenai eksistensi hukuman mati tetap menjadi
perbincangan serius dikalangan ahli dan bahan debat di fakultas hukum. Wacana
tersebut terus mengemuka seiring masih eksisnya hukuman mati. Setuju tidak?
0 Response to "Hukuman Mati, Relevankah?"
Post a Comment