HUKUM PEMIMPIN NON ISLAM DI INDONESIA




HUKUM PEMIMPIN NON ISLAM DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Dirosah:
Bahsul Masa’il
Guru Pengampu: Hilyatus Sa’adah

Disusun Oleh:
                                                                     Dwi Mulyani
                                                                     Fauzul Murtafi’ah
                                                                     Laila Hammada
                                                                     Luluk Lailatul Mufidah
                                                                     Nailatul Fikriyah
                                                                     Nur Hasanah
                                                                     Nur Miftahul Khoiriyah
                                                                     Muna Inas Mabruroh
                                                                     Reny Virgiani

Asrama An-Nisa (Wustho C)

YAYASAN PONDOK PESANTREN WAHID HASYIM
MADRASAH DINIYAH PONDOK PESANTREN WAHID HASYIM
YOGYAKARTA
2014/2015


HUKUM PEMIMPIN NON ISLAM DI INDONESIA

Deskripsi Masalah:

Kita sudah mengenal bagaimana semboyan dalam politik, “Tak ada teman abadi. Tak ada musuh abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi.” Dan kita dengar belakangan ini, beberapa partai Islam dan yang katanya memperjuangkan Islam mulai memasukkan nama calon pemimpin mereka termasuk pula calon pemimpin non-muslim. Lepas dari sistem demokrasi yang jelas bermasalah karena orang bodoh dan orang pintar disamakan, ahli maksiat dan seorang kyai pun suaranya sama dalam sistem ini, yang sekarang kita persoalkan adalah bolehkah pemimpin non islam di Indonesia?

Pertanyaan:

Bagaimana hukum pemimpin non Islam di Indonesia?

Analisis:

Di dalam Surat Al Baqarah ayat 30 yang berarti:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Di dalam Al-Hadist juga ada riwayat yang menyatakan manusia sebagai kholifah di muka bumi. Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut:

أَخَذَ النَّبِيُ صَلَّى الّلهُ عَلَيْهِ وَّ سَلَّمَ بِيَدِيْ فَقَالَ: خَلَقَ اللّهُ عَزَّوَجَلَّ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَ خَلَقَ فِيْهَاالْجِبَالَ يَوْمَ الأَحَدِوخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَ خَلَقَ الْمَكْرُوْهَ يَومَ الثُّلاَثَاءِ وَ خَلَقَ النُّوْرَ يَوْمَ الأَرْبِعَاءِ وَ بَثَّ فِيْهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيْسِ وَ خَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ بَعْدَ العَصْرِمِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِيْ آخِرِالْخَلْقِ فِيْ آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ. (رواه مسلم و أحمد رضي الله عنهما)

Artinya : “Nabi SAW. memegang tanganku, lalu bersabda, “Allah SWT. menciptakan bumi pada hari sabtu, Dia menciptakan padanya gunung-gunung pada hari ahad, Dia menciptakan pohon-pohonan pada hari senin, Dia menciptakan hal-hal yang tidak disukai pada hari selasa, Dia menciptakan nur (cahaya) pada hari rabu, dan Dia menyebarkan (menciptakan) hewan-hewan padanya pada hari kamis, dan Dia menciptakan Adam a.s. sesudah waktu asar pada hari jumat, sebagai akhir makhluk (yang diciptakan) pada saat yang terakhir dari waktu-waktu hari jumat.” (riwayat Muslim dan Ahmad)

Di dalam ajaran Islam terdapat 10 kriteria seorang pemimpin yaitu: Beriman dan Beramal Shaleh, Niat yang Lurus, Laki-Laki, Tidak Meminta Jabatan, Berpegang pada Hukum Allah, Memutuskan Perkara Dengan Adil, Menasehati rakyat, Tidak Menerima Hadiah, Tegas, dan Lemah Lembut.
Menurut George Ertery pemimpin ideal harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Mental dan fisik yang energik
2.      Emosi yang stabil
3.      Pengetahuan Human Relation
4.      Motivasi personal yang baik
5.      Cakap berkominikasi
6.      Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan.
7.      Ahli dalam bidang sosial
Ayat-ayat yang bernada larangan menjadikan orang kafir (non-muslim) sebagai teman atau pemimpin terdapat dalam beberapa tempat yaitu: QS Ali Imran 3:28 (yang anda kutip di atas); An-Nisa 4:89 , 139, 144 dan 199; Al-Isra 17:2; Al-A'raf ayat 30; Al-Maidah ayat 51-52; At-Taubat ayat 23; Al-Mujadalah ayat 22; Al-Mumtahanah ayat 1 dan 9.

Yusuf Qardawi dalam salah satu fatwanya menjelaskan pemahaman ayat-ayat di atas sebagai berikut:
Pertama, bahwa larangan tersebut konteksnya adalah apabila kalangan non-muslim menyifati dirinya sebagai kelompok eksklusif yang menonjolkan sisi keagamaan-nya, ideologinya, pemikirannya dan syiar agamanya yakni mereka menonjolkan sebagai Yahudi, Nasrani, Hindu, dll bukan menampakkan diri sebagai tetangga, teman atau sesama bangsa. Sedangkan seorang muslim harus berteman dengan umat Islam saja. Dari sinilah adanya peringatan bergaul dengan non-muslim. Yakni, bahwa umat Islam sebagai komunitas (jamaah) dilarang berdekatan atau saling sayang dengan non-muslim sebagai komunitas; tapi tidak apa-apa bergaul dengan mereka sebagai individu.
Kedua, berteman atau berkasih sayang (mawaddah) dengan non muslim yang dilarang oleh Quran adalah pertemananan yang bertujuan untuk menyakiti umat Islam dan menentang Allah dan Rasul-Nya. Jadi, larangan itu bersifat kondisional. Tidak mutlak. Lagipula, kalau kita tidak mau berteman sama sekali dengan individu nonmuslim, bagaimana cara kita untuk mendakwahi mereka ke dalam Islam? Adapun dalil dari pemahaman ini sbb: (a) QS Al-Mujadalah ayat 22. (b) Firman Allah dalam QS Al-Mumtahanah ayat 1; dan (c) QS Al-Mumtahanah ayat 8 di mana Allah berfirman: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
Ketiga, Islam membolehkan seorang pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab seperti jelas tersebut dalam QS Al-Maidah 5:5. Padalah kehidupan berkeluarga tak mungkin dilakukan tanpa adanya rasa kasih sayang antara keduanya seperti tersebut dalam QS Ar-Rum ayat 21.

Intinya, berteman dengan individu non-muslim dibolehkan asal bukan untuk persekongkolan jahat untuk merugikan umat Islam.
QS An-Nisa 4:144 menyatakan larangan bagi umat Islam memilih pemimpin non-muslim "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?"

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 12/229 mengutip pendapat Qadhi Iyad sebagi berikut :

أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات والدُّعاءَ إليها

Artinya: Ulama sepakat bahwa kepemimpinan (imamah) tidak sah dipegang orang kafir...
Tidak sah-nya kepemimpinan orang kafir itu adalah dalam konteks di negara yang meyoritas muslim. Adapun apabila di negara yang meyoritas non-muslim maka tentu saja tidak ada masalah dipimpin oleh orang nonmuslim karena memang mereka yang berkuasa sebagaimana kasus pada zaman Nabi di mana sebagian Sahabat berhijrah ke negara non-muslim yang dipimpin orang nonmuslim. Saat itu Rasulullah berkata pada Sahabat yang hendak berimigrasi ke Habasyah:
اذهبوا الى الحبشة فإن فيها حاكما عادلا لا يظلم عنده أحد

Artinya: Pergilah ke negara Habasyah karena di sana terdapat seorang hakim (penguasa/pemimpin) yang adil. Tidak akan ada seorang pun yang akan mendzalimi.
Berikut pendapat sejumlah ulama tentang mengangkat pemimpin non-muslim di negara mayoritas Islam

قال القاضي عياض رحمه الله: "أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات والدُّعاءَ إليها"
وقال ابن المنذِر رحمه الله: إنَّه قد "أجمع كلُّ مَن يُحفَظ عنه مِن أهل العلم أنَّ الكافر لا ولايةَ له على المسلم بِحال".
وقال ابن حَزم: "واتَّفقوا أنَّ الإمامة لا تجوز لامرأةٍ ولا لكافر ولا لصبِي".
وقال ابن حجَر رحمه الله: إنَّ الإمام "ينعزل بالكفر إجماعًا، فيَجِب على كلِّ مسلمٍ القيامُ في ذلك، فمَن قوي على ذلك فله الثَّواب، مَن داهن فعليه الإثم، ومن عَجز وجبَتْ عليه الهجرةُ من تلك الأرض".
 رجَّح جمهورُ العلماء أنَّ فِسق الحاكم فسقًا ظاهرًا معلومًا يؤدِّي لِسُقوط ولايته، ويكون مسوِّغًا للخروج عليه عند أمن إراقة الدِّماء وحدوث الفِتَن؛ وذلك لأنَّ فسقه قد يُقْعِده عن القيام بواجباته الشَّرعية؛ من إقامة الحدود، ورعاية الحقوق، وحِفظ دين رعيَّتِه ومعاشهم

Intinya adalah mengangkat pemimpin non-muslim di negara mayoritas muslim hukumnya haram dan tidak sah.
Namun demikian, ada pendapat dari Ibnu Taimiyah yang secara implisit membolehkan mengangkap pemimpin non-muslim apabila dia adil dan tidak ada pemimpin muslim yang dianggap adil.
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Amr bil Ma'ruf wan Nahyu anil Munkar menyatakan:

وأمور الناس إنما تستقيم في الدنيا مع العدل الذي قد يكون فيه الاشتراك في بعض أنواع الإثم أكثر مما تستقيم مع الظلم في الحقوق، وإن لم تشترك في إثم. ولهذا قيل: " الله ينصر الدولة العادلة وإن كانت كافرة، ولا ينصر الدولة الظالمة ولو كانت مؤمنة".

Artinya: ... dikatakan bahwa Allah menolong negara yang adil walaupun kafir, dan tidak akan menolong negara zalim walaupun muslim.



Dalam diskusi bahsul masail yang kami lakukan dalam kelas belum menemukan suatu hukum yang pasti. Sebagian santri ada yang setuju dengan adanya pemimpin non Islam dan ada sebagian santri yang tidak setuju adanya pemimpin non islam. Sehingga dalam diskusi yang begitu alot, kami belum bisa menetapkan suatu hukum. Karena dengan beberapa alasan yang masuk akal.
Dalam makalah kami telah tersedia pemaparan-pemaparan tentang pemimpin non Islam. Sehingga pembaca bisa menyimpulkannya sendiri. Jika ada kesalahan dengan ikhlas kami menerima pengoreksian.

0 Response to "HUKUM PEMIMPIN NON ISLAM DI INDONESIA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel